ASAP ROKOK DALAM MENINGKATKAN ISPA
Di
Indonesia Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) menempati urutan pertama
penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga sering
berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Asap rokok salah satu
munculnya ISPA.
Merokok
bisa berbahaya dan berdampak buruk bagi kesehatan. Namun kebiasaan yang satu
ini memang sangat sulit untuk ditinggalkan apalagi dihilangkan. Jika
"keinginan" merokok tidak dapat lagi dibendungi. Pilihlah tempat
untuk merokok agar tidak banyak orang yang terpapar oleh polusi asap rokok dan
bukan tempat-tempat umum seperti, bis, halte, rumah sakit, ruang tunggu praktek
dokter, bahkan hindarilah untuk merokok di dalam rumah/kamar.
Hal
ini untuk menjauhkan asap rokok tersebut dari orang-orang yang tidak bersalah
yang dapat menjadikan mereka sebagai perokok pasip. Karena mereka yang terkena
asap rokok lebih berbahaya dibandingkan mereka yang memang merokok.
Prilaku
merokok dikalangan masyarakat cukup banyak terjadi pada kelompok jenis kelamin
laki-laki. Awalnya kebiasaan merokok dikalangan usia remaja terutama siswa
kelas 3 SMU. Pada tahun 1992 menunjukkan adanya penurunan sebesar (27,8 persen)
ternyata melonjak kembali mencapai angka 34,6 persen pada tahun 2000. Sekitar
34,6 persen siswa kelas 3 SMU pernah merokok dalam 30 hari (hampir 1 dari 4
orang) siswa kelas 3 SMU melaporkan aktifitas merokok harian, walaupun mereka
merupakan perokok ringan (kurang dari separuh bungkus sehari).
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa banyak perokok ringan akan menjadi perokok berat
saat mereka semakin dewasa. Dampak kesehatan penggunaan tembakau sudah umum
diketahui semua orang bahkan oleh perokok sendiri.
Umumnya
perokok lebih banyak pada pria dewasa, namun memasuki era modern dewasa ini
trend gaya hidup juga mengalami perubahan dan mengikuti gaya hidup orang barat.
Kesamaan antara wanita dan pria menjadikan bahwa tidak ada perbedaan antara
pria dan wanita yang berpengaruh pada kebiasaan wanita yang mengikuti pria
seperti,kebiasaan wanita merokok. Meskipun banyak dari wanita perokok yang
menyadari bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan ibu termasuk juga bagi
anak-anaknya.
Ibu
merokok selama kehamilan meningkatkan resiko terjadinya kondisi kesehatan
pranatal dan pasca natal. Kesehatan pranatal yaitu keadaan dimana bayi belum
lahir sedangkan kondisi pasca natal merupakan keadaan dimana bayi sudah
dilahirkan seperti penyakit-penyakit yang terjadi setelah bayi lahir. Menurut
sebuah penelitian, merokok selama kehamilan berkaitan dengan 20%- 30% kasus
bayi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dan ibu perokok 10% menyebabkan kasus
kematian bayi. Angka insiden bayi BBLR dari ibu yang merokok dua kali lebih
besar dari ibu yang tidak merokok dan ibu tidak merokok yang terpajan asam
rokok di lingkungannya juga beresiko lebih besar melahirkan bayi BBLR.
Akibat
merokok tidak hanya pada perokok tersebut tetapi juga pada masyarakat
disekitarnya. Bagi mereka yang bukan perokok yang terpajan pada asap tembakau
lingkungan (environmental tobacco smoke atau ETS) dikenal dengan asap rokok tak
langsung (second hand smoke) proses menghirup ETS disebut perokok pasip.
Temuan
penelitian memperlihatkan bahwa seseorang tidak perlu harus mengkonsumsi produk
tembakau untuk terkena pengaruh buruk dari rokok, tetapi dilaporkan bahwa efek
asap tembakau lingkungan (environmental tobacco smoke, ETS) atau asap sekunder
memperlihatkan bahwa orang dewasa dan anak-anak yang menghirup asap tembakau
orang lain (perokok pasip) juga mengalami peningkatan resiko terkena penyakit
jantung.
Bahkan
paparan asap rokok pada Ibu hamil, bayi, balita dan anak-anak dapat
meningkatkan resiko bayi mengalami kondisi kesehatan yang buruk seperti
terjadinya penyakit (ISPA) infeksi saluran pernafasan akut.
Pajanan
terhadap ETS biasanya berhubungan dengan 150.000 sampai 300.000 kasus infeksi
saluran pernafasan akut pada bayi dan anak usia maksimal 18 bulan (misalnya :
bronkhitis dan radang paru atau pneumonia).
Hasil
penelitian terhadap EPA (Environmental Protection Agency) memperlihatkan bahwa
ETS (asap rokok sekunder) dapat memperburuk asma pada anak-anak dan merupakan
faktor resiko untuk kasus asma baru di masa kanak-kanak. Ibu yang merokok
selama masa kehamilan, setelah melahirkan atau asap rokok yang berasal dari
anggota keluarga (rumah tangga) setelah kelahiran anak dapat meningkatkan
resiko anak menderita ISPA. Asap rokok yang terhirup pada bayi terbukti dapat
meningkatkan resiko bayi mengalami konsekwensi yang buruk selama masa pranatal
(sebelum lahir) dan kondisi kesehatan yang buruk selama masa pasca natal
(setelah lahir). Secara khusus bahaya asap rokok ini berkaitan dengan
keterlambatan pertumbuhan dalam kandungan, berat badan lahir rendah, kelahiran
kurang bulan, infeksi saluran pernafasan akut dan gangguan prilaku serta
gangguan kognitif.
Infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA) adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14
hari yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, atau
lebih dari saluran nafas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli
(saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti : sinus, rongga telinga
dan pleura. Kriteria penderita ISPA adalah balita dengan gejala batuk dan atau
kesukaran bernafas atau batuk pilek biasa (common cold).
Infeksi
Saluran Pernafasan Akut merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4
kematian yang terjadi. Sekitar 40 persen - 60 persen dari kunjungan di Puskesmas
adalah penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan ISPA pada bayi
mencakup 20- 30 persen kematian yang terbesar karena pneumonia.
Penyakit
infeksi saluran pernafasan akut mempunyai gejala klinis : nafas tidak teratur
dan cepat, tertariknya kulit dalam dinding dada, nafas cuping hidung dimana
hidungnya mengalami gerakan mengikuti pernafasan, sesak kebiruan, suara nafas
lemah atau hilang, suara nafas seperti ada cairannya sehingga terdengar keras.
Bayi/anak tidak mau menetek/minum, gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, kejang dan coma, mudah letih dan berkeringat banyak.
Balita
merupakan kelompok usia yang paling rentan terhadap infeksi saluran pernafasan.
Hal ini dibuktikan dengan tingginya morbiditas dan mortalitas akibat ISPA di negara-negara
berkembang maupun di negara maju. Balita dan anak-anak penderita ISPA yang di
bawa ke rumah sakit umumnya dalam kondisi penyakitnya cukup gawat.
Penyakit-penyakit saluran pernafasan yang dialami pada masa bayi dan anak-anak
dapat menyebabkan kecacatan hingga pada masa dewasa.
Organisasi
kesehatan dunia World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian
balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15- 20 persen pertahun pada
golongan usia balita. Menurut WHO lebih kurang 13 juta anak balita di dunia
meninggal setiap tahun dan sebahagian besar kematian tersebut terdapat di
negara berkembang, di mana pneumonia merupakan salah satu penyebab utama
kematian dengan membunuh lebih kurang 4 juta anak balita setiap tahun.
Di
Indonesia Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) menempati urutan pertama
penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga sering
berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang
dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai
penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30 persen
dari seluruh kematian balita.
Infeksi
saluran pernafasan akut dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin,
udara pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke
saluran pernafasannya. Infeksi saluran pernafasan bagian atas terutama yang
disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada
bulan-bulan musim dingin. Berdasarkan cara penularannya tersebut penyakit ISPA
sangat mudah berkembang di masyarakat, apabila salah satu anggota keluarga
menderita penyakit ISPA maka keluarga lain beresiko tertular penyakit ini.
Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 tercatat sebesar 69% rumah tangga memiliki minimal satu
orang yang merokok, 85% di antaranya merokok di dalam rumah bersama dengan
anggota keluarga lainnya.
Hasil penelitian lainnya menunjukkan
bahwa· 94% ayah merokok di dalam rumah dan 79% merokok di dekat anaknya. Jadi
anak merupakan korban asap rokok dari anggota rumah yang tinggal bersamanya.
Kebiasaan Merokok Pada Ayah Meningkatkan Resiko Infeksi Saluran Nafas Akut Pada
Anaknya Peningkatan kesejahteraan bangsa Indonesia tanpa adanya peraturan
pengendalian tembakau yang tepat, adalah suatu kemustahilan. Mengandalkan cukai
rokok dan tembakau untuk pembangunan bangsa adalah ibarat membuat istana pasir
di pantai. Hal ini dikarenakan kebanyakan perokok adalah mereka yang miskin.
Mereka akan mengorbankan kesejahteraan keluarganya karena kecanduan yang
dideritanya. Ayah dari keluarga miskin yang merokok akan mengurangi belanja
makanan bergizi bagi anaknya dan sekaligus memaparkan asap rokok, sehingga
memudahkan mereka terkena penyakit infeksi saluran nafas. Semua ini pada
akhirnya akan bermuara pada status gizi balitanya. Tanpa gizi yang baik, dan
sering sakit-sakitan, balita akan sulit tumbuh dengan cerdas, sehingga mereka
akan sulit lepas dari rantai kemiskinan. Semoga tulisan ini dapat menjadi
renungan bagi kita semua untuk kemudian berbuat sesuatu demi menyelamatkan
generasi yang akan datang dengan memberikan ruang hidup tanpa asap rokok.