Rabu, 09 April 2014

ASAP ROKOK DALAM MENINGKATKAN ISPA
Di Indonesia Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Asap rokok salah satu munculnya ISPA.
Merokok bisa berbahaya dan berdampak buruk bagi kesehatan. Namun kebiasaan yang satu ini memang sangat sulit untuk ditinggalkan apalagi dihilangkan. Jika "keinginan" merokok tidak dapat lagi dibendungi. Pilihlah tempat untuk merokok agar tidak banyak orang yang terpapar oleh polusi asap rokok dan bukan tempat-tempat umum seperti, bis, halte, rumah sakit, ruang tunggu praktek dokter, bahkan hindarilah untuk merokok di dalam rumah/kamar.
Hal ini untuk menjauhkan asap rokok tersebut dari orang-orang yang tidak bersalah yang dapat menjadikan mereka sebagai perokok pasip. Karena mereka yang terkena asap rokok lebih berbahaya dibandingkan mereka yang memang merokok.
Prilaku merokok dikalangan masyarakat cukup banyak terjadi pada kelompok jenis kelamin laki-laki. Awalnya kebiasaan merokok dikalangan usia remaja terutama siswa kelas 3 SMU. Pada tahun 1992 menunjukkan adanya penurunan sebesar (27,8 persen) ternyata melonjak kembali mencapai angka 34,6 persen pada tahun 2000. Sekitar 34,6 persen siswa kelas 3 SMU pernah merokok dalam 30 hari (hampir 1 dari 4 orang) siswa kelas 3 SMU melaporkan aktifitas merokok harian, walaupun mereka merupakan perokok ringan (kurang dari separuh bungkus sehari).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak perokok ringan akan menjadi perokok berat saat mereka semakin dewasa. Dampak kesehatan penggunaan tembakau sudah umum diketahui semua orang bahkan oleh perokok sendiri.
Umumnya perokok lebih banyak pada pria dewasa, namun memasuki era modern dewasa ini trend gaya hidup juga mengalami perubahan dan mengikuti gaya hidup orang barat. Kesamaan antara wanita dan pria menjadikan bahwa tidak ada perbedaan antara pria dan wanita yang berpengaruh pada kebiasaan wanita yang mengikuti pria seperti,kebiasaan wanita merokok. Meskipun banyak dari wanita perokok yang menyadari bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan ibu termasuk juga bagi anak-anaknya.
Ibu merokok selama kehamilan meningkatkan resiko terjadinya kondisi kesehatan pranatal dan pasca natal. Kesehatan pranatal yaitu keadaan dimana bayi belum lahir sedangkan kondisi pasca natal merupakan keadaan dimana bayi sudah dilahirkan seperti penyakit-penyakit yang terjadi setelah bayi lahir. Menurut sebuah penelitian, merokok selama kehamilan berkaitan dengan 20%- 30% kasus bayi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dan ibu perokok 10% menyebabkan kasus kematian bayi. Angka insiden bayi BBLR dari ibu yang merokok dua kali lebih besar dari ibu yang tidak merokok dan ibu tidak merokok yang terpajan asam rokok di lingkungannya juga beresiko lebih besar melahirkan bayi BBLR.
Akibat merokok tidak hanya pada perokok tersebut tetapi juga pada masyarakat disekitarnya. Bagi mereka yang bukan perokok yang terpajan pada asap tembakau lingkungan (environmental tobacco smoke atau ETS) dikenal dengan asap rokok tak langsung (second hand smoke) proses menghirup ETS disebut perokok pasip.
Temuan penelitian memperlihatkan bahwa seseorang tidak perlu harus mengkonsumsi produk tembakau untuk terkena pengaruh buruk dari rokok, tetapi dilaporkan bahwa efek asap tembakau lingkungan (environmental tobacco smoke, ETS) atau asap sekunder memperlihatkan bahwa orang dewasa dan anak-anak yang menghirup asap tembakau orang lain (perokok pasip) juga mengalami peningkatan resiko terkena penyakit jantung.
Bahkan paparan asap rokok pada Ibu hamil, bayi, balita dan anak-anak dapat meningkatkan resiko bayi mengalami kondisi kesehatan yang buruk seperti terjadinya penyakit (ISPA) infeksi saluran pernafasan akut.
Pajanan terhadap ETS biasanya berhubungan dengan 150.000 sampai 300.000 kasus infeksi saluran pernafasan akut pada bayi dan anak usia maksimal 18 bulan (misalnya : bronkhitis dan radang paru atau pneumonia).
Hasil penelitian terhadap EPA (Environmental Protection Agency) memperlihatkan bahwa ETS (asap rokok sekunder) dapat memperburuk asma pada anak-anak dan merupakan faktor resiko untuk kasus asma baru di masa kanak-kanak. Ibu yang merokok selama masa kehamilan, setelah melahirkan atau asap rokok yang berasal dari anggota keluarga (rumah tangga) setelah kelahiran anak dapat meningkatkan resiko anak menderita ISPA. Asap rokok yang terhirup pada bayi terbukti dapat meningkatkan resiko bayi mengalami konsekwensi yang buruk selama masa pranatal (sebelum lahir) dan kondisi kesehatan yang buruk selama masa pasca natal (setelah lahir). Secara khusus bahaya asap rokok ini berkaitan dengan keterlambatan pertumbuhan dalam kandungan, berat badan lahir rendah, kelahiran kurang bulan, infeksi saluran pernafasan akut dan gangguan prilaku serta gangguan kognitif.
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, atau lebih dari saluran nafas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti : sinus, rongga telinga dan pleura. Kriteria penderita ISPA adalah balita dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernafas atau batuk pilek biasa (common cold).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Sekitar 40 persen - 60 persen dari kunjungan di Puskesmas adalah penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan ISPA pada bayi mencakup 20- 30 persen kematian yang terbesar karena pneumonia.
Penyakit infeksi saluran pernafasan akut mempunyai gejala klinis : nafas tidak teratur dan cepat, tertariknya kulit dalam dinding dada, nafas cuping hidung dimana hidungnya mengalami gerakan mengikuti pernafasan, sesak kebiruan, suara nafas lemah atau hilang, suara nafas seperti ada cairannya sehingga terdengar keras. Bayi/anak tidak mau menetek/minum, gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, kejang dan coma, mudah letih dan berkeringat banyak.
Balita merupakan kelompok usia yang paling rentan terhadap infeksi saluran pernafasan. Hal ini dibuktikan dengan tingginya morbiditas dan mortalitas akibat ISPA di negara-negara berkembang maupun di negara maju. Balita dan anak-anak penderita ISPA yang di bawa ke rumah sakit umumnya dalam kondisi penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernafasan yang dialami pada masa bayi dan anak-anak dapat menyebabkan kecacatan hingga pada masa dewasa.
Organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15- 20 persen pertahun pada golongan usia balita. Menurut WHO lebih kurang 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebahagian besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang, di mana pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh lebih kurang 4 juta anak balita setiap tahun.
Di Indonesia Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30 persen dari seluruh kematian balita.
Infeksi saluran pernafasan akut dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran pernafasannya. Infeksi saluran pernafasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin. Berdasarkan cara penularannya tersebut penyakit ISPA sangat mudah berkembang di masyarakat, apabila salah satu anggota keluarga menderita penyakit ISPA maka keluarga lain beresiko tertular penyakit ini.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 tercatat sebesar 69% rumah tangga memiliki minimal satu orang yang merokok, 85% di antaranya merokok di dalam rumah bersama dengan anggota keluarga lainnya.
Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa· 94% ayah merokok di dalam rumah dan 79% merokok di dekat anaknya. Jadi anak merupakan korban asap rokok dari anggota rumah yang tinggal bersamanya. Kebiasaan Merokok Pada Ayah Meningkatkan Resiko Infeksi Saluran Nafas Akut Pada Anaknya Peningkatan kesejahteraan bangsa Indonesia tanpa adanya peraturan pengendalian tembakau yang tepat, adalah suatu kemustahilan. Mengandalkan cukai rokok dan tembakau untuk pembangunan bangsa adalah ibarat membuat istana pasir di pantai. Hal ini dikarenakan kebanyakan perokok adalah mereka yang miskin. Mereka akan mengorbankan kesejahteraan keluarganya karena kecanduan yang dideritanya. Ayah dari keluarga miskin yang merokok akan mengurangi belanja makanan bergizi bagi anaknya dan sekaligus memaparkan asap rokok, sehingga memudahkan mereka terkena penyakit infeksi saluran nafas. Semua ini pada akhirnya akan bermuara pada status gizi balitanya. Tanpa gizi yang baik, dan sering sakit-sakitan, balita akan sulit tumbuh dengan cerdas, sehingga mereka akan sulit lepas dari rantai kemiskinan. Semoga tulisan ini dapat menjadi renungan bagi kita semua untuk kemudian berbuat sesuatu demi menyelamatkan generasi yang akan datang dengan memberikan ruang hidup tanpa asap rokok.

Selasa, 01 April 2014

Standar Praktek Asuhan Keperawatan Jiwa stikes alifah padang


Standar Praktek Asuhan Keperawatan Jiwa
JUDUL
Standar Praktek Asuhan Keperawatan Jiwa. Practice of Standard of Psychiatric Treatment Upbringing.
ABSTRAK
Jurnal ini bertipe kajian perpustakaan mengenai standar praktek asuhan keperawatan jiwa dan bertujuan untuk memberikan informasi mengenai hal – hal yang perlu dilakukan sebagai seorang perawat dalam melakukan praktek asuhan keperawatan jiwa. Berdasarkan hasil kajian kepustakaan, jurnal ini menginterprestasikan berbagai informasi mengenai standar kompetensi keperawatan jiwa yang minimal harus dimiliki oleh perawat jiwa, kriteria – kriteria standar praktek asuhan keperawatan jiwa, dan peran seorang perawat dalam terapi dibidang kesehatan jiwa.
This journal has type inspect the library about practice of standard of psychiatric treatment upbringing and has direction to give information about items who must nurse do in give practice of standard of psychiatric treatment upbringing. Be based on produce of inspect the library, this journal has accomplishment all sorts of information about competent standard of psychiatric treatment who must nurse have, criteria practice of standard of psychiatric treatment upbringing, and role of nurse for give therapy in stretch psyche health.
KEY WORD/KATA KUNCI
Kompetensi perawat, peran perawat dan praktek standar asuhan keperawatan. Nurse competent, nurse role, and practice of standard of treatment upbringing.


PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Mutu asuhan keperawatan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan dan sering menjadi faktor penentu citra institusi pelayanan di mata masyarakat. Departemen kesehatan telah menetapkan surat keputusan tentang berlakunya standar asuhan keperawatan,berfungsi sebagai pedoman bagi perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan. Tingkat pendidikan perawat yang bervariasi, perbedaan umur dan masa kerja, berpengaruh terhadap persepsi masing-masing perawat tentang standar asuhan keperawatan.
Untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas asuhan keperawatan diperlukan alat ukur yaitu standar asuhan keparawatan yang baku dan disyahkan melalui kesepakatan oleh tenaga perawat. Standar asuhan keperawatan berfungsi sebagai pedoman tolak ukur dalam praktek pelaksanaan keperawatan, apakah praktek asuhan keperawatan sudah dilaksanakan sesuai dengan nilai-nilai professionalisme,etika dan tanggung jawab.
B Metodologi
Metode yang digunakan pada penyusunan jurnal ini yaitu dengan mereviu beberapa referensi dari internet.
C Rumusan masalah
1. Pengertian kesehatan jiwa
2. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa
3. Factor penyebab gangguan jiwa
4. Peran perawat dalam terapi dibidang kesehatan jiwa
5. Prinsip askep jiwa
6. Standar prakrek keperawatan jiwa
7. Standar kompetensi keperawatan jiwa

D Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari kesehatan jiwa
2. Untuk mengetagui tanda dan gejala gangguan jiwa
3. Untuk mengetahui factor penyebab gangguan jiwa
4. Untuk mengetahui bagaimana peran seorang perawat jiwa
5. Untuk mengetahui mengenai prinsip askep jiwa
6. Untuk mengetahui standar praktek keperawatan jiwa
7. Untuk mengetahui standar kompetensi keperawatan jiwa












TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Kesehatan Jiwa adalah keadaan yg dinamis yg mengandung pengertian positif, yg dapat dilihat dari adanya kenormalan tingkalaku, keutuhan kepribadian, pengenalan yg benar dari realitas dan bukan hanya merupakan nkeadaan tanpa adanya penyakit, gangguan jiwa dan kelainan jiwa.
B. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa
Gejala gangguan jiwa merupakan interaksi dari berbagai penyebab sebagai proses penyesuaian terhadap stressor. Gejala gangguan jiwa dapat berupa gangguan pada: kesadaran, ingatan, orientasi, efek dan emosi, psikomotor, intelegensi, kepribadian, penampilan, proses pikir, persepsi, dan pola hidup.
C. Factor penyebab gangguan jiwa
Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1 Faktor-faktor somatik (somatogenik)
 Neuroanatomi
 Neurofisiologi
 Neurokimia
 Tingkat kematangan dan perkembangan organic
 Faktor-faktor pre dan peri – natal
2 Faktor-faktor psikologik ( psikogenik) :
 Interaksi ibu – anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan)
 Peranan ayah
 Persaingan antara saudara kandung
3 Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik): kestabilan keluarga, pola mengasuh anak, tingkat ekonomi
D. Peran Perawat dalam Terapi Dibidang Kesehatan Jiwa
Asuhan yang kompeten ( competent of caring )
a Pengkajian yg mempertimbangkan budaya
b Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan
c Berperan serta dlm pengelolaan kasus
d Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh penyakit mental – penyuluhan dan konseling
e Mengelola dan mengkoordinasikan sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga staf dan pembuat kebijakan
f Memberikan pedoman pelayana kesehatan
E. Prinsip Askep Jiwa
1 Peran dan fungsi perawat jiwa
2 Hubungan terapeutik perawat – pasien
3 Model dlm praktek kesehatan jiwa psikiatrik
4 Konteks biopsikososial askep jiwa
5 Kontek etik dan lega
6 Implementasi standar praktek klinik
7 Rentang asuhan
F. Standar Prakrek Keperawatan Jiwa
 Standar I : Teori
Perawat menggunakan teori yang tepat sebagai dasar pengambilan keputusan dalam praktik keperawatan.
Kriteria Proses:
1. Perawat menilai asumsi (landasan berpikir) tentang sifat manusia.
2. Perawat memperbaiki keyakinan yang salah.
3. Perawat menggunakan teori dan pemikiran kritis untuk merumuskan:
a. Pendapat, anggapan dan asumsi.
b. Menguji hipotesa.
4. Perawat menggunakan kesimpulan, prinsip, dan secara operasional.
5. Perawat menerapkan teori yang tepat.
Kriteria Hasil:
Tujuan yang dapat diukur dari tindakan yang relevan untuk pasien berdasarkan teori.
 Standar II : Pengkajian
Perawat mengumpulkan data yang menyeluruh, akurat dan sistematis secara berkesinambungan.
Kriteria Proses:
1. Teknik pengkajian:
a. Wawancara: auto dan allo anamnesis
b. Observasi
c. Pemeriksaan fisik
Area pengkajian: Identitas demografi pasien, Alasan masuk, Faktor predisposisi, Konsep diri, Hubungan Sosial, Spiritual, Status mental, Kebutuhan persiapan pulang, Mekanisme koping, dan Aspek medic
Kriteria Hasil:
1. Pasien berperan dalam proses pengumpulan data.
2. Pasien memahami pentingnya proses pengumpulan data. Jika kondisi gangguan pasien menghalangi pasien, maka penegasan dilakukan oleh orang yang penting bagi pasien.
3. Data dasar dianalisa dan dikelompokkan serta dicatat dalam format yang telah ditetapkan.
 Standar III: Diagnosis
Perawat menggunakan diagnosis keperawatan untuk menarik kesimpulan yang didukung oleh data pada pengkajian.
Kriteria Proses:
1. Menganalisa data yang ada sesuai dengan kerangka teori yang dapat diterima.
2. Mengumpulkan data tambahan atau penunjang jika diperlukan.
3. Perawat mengidentifikasi masalah kesehatan aktual dan risiko.
4. Merumuskan diagnosis keperawatan dengan single statement diagnosis.
Kriteria Hasil:
Diagnosis keperawatan dicatat atau didokumentasikan pada format yang tersedia.
 Standar IV : Perencanaan tindakan keperawatan
Perawat membuat rencana asuhan keperawatan dengan tujuan yang spesifik untuk mengatasi dignosis keperawatan.
Kriteria Proses:
1. Menetapkan prioritas masalah atau diagnosis.
2. Menetapkan tujuan yang realistis dan dapat diukur.
3. Menentukan tindakan sesuai standar yang ada terdiri dari terapi modalitas keperawatan dan tindakan kolaborasi.
4. Menentukan prioritas tindakan.
5. Memodifikasi rencana sesuai dengan respon pasien.
Kriteria Hasil:
1. Rencana tindakan terdokumentasi dan tersedia untuk ditinjau kembali.
2. Rencana memperlihatkan perbaikan dan modifikasi sesuai respon pasien.
 Standar V : Implementasi
Perawat kesehatan jiwa menerapkan intervensi yang teridentifikasi dalam rencana asuhan. Tingkat fungsi perawat dan intervensi yang diimplementasikan tergantung pada undang-undang praktek perawat, kualifikasi perawat (meliputi pendidikan, pengalaman dan sertifikasi), tempat pemberian asuhan, dan inisiatif perawat.
Standar Va: Konseling
Perawat kesehatan jiwa menggunakan intervensi konseling untuk membantu pasien meningkatkan atau memulihkan kembali kemampuan koping sebelumnya, mengembangkan kesehatan jiwa, dan mencegah penyakit jiwa dan kecacatan.
Standar Vb: Terapi Lingkungan
Perawat kesehatan jiwa memberikan, membentuk, dan mempertahankan lingkungan yang terapeutik bekerja sama dengan pasien dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.
Standar Vc: Aktivitas Perawatan Diri
Perawat kesehatan jiwa menyusun intervensi sekitar aktivitas keseharian pasien untuk mengembangkan kemampuan perawatan diri dan kesehatan fisik dan mental.
Standar Vd: Intervensi Psikobiologikal
Perawat kesehatan jiwa menggunakan pengetahuan tentang intervensi psikobiologikal dan mengaplikasikan keterampilan klinis untuk mengembalikan status kesehatan pasien dan mencegah terjadinya kecacatan di masa depan.
Standar Ve: Pendidikan Kesehatan
Perawat kesehatan jiwa melalui pendidikan kesehatan membantu pasien mencapai pola hidup yang memuaskan, produktif dan sehat.
Standar Vf: Manajemen Kasus
Perawat kesehatan jiwa memberikan manajemen kasus untuk mengkoordinir pelayanan kesehatan yang komprehensif dan menjamin perawatan berkesinambungan
Standar Vg: Promosi Kesehatan dan Mempertahankan Kesehatan
Perawat kesehatan jiwa menggunakan strategi dan intervensi untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan dan mencegah penyakit jiwa
Intervensi Praktek Keperawatan Jiwa Lanjut
Intervensi berikut ini(VH – VJ) dapat dilaksanakan hanya oleh Perawat Spesialis Keperawatan Jiwa
Standar Vh: Psikoterapi
Perawat Spesialis Keperawatan Jiwa (SKJ) menggunakan psikoterapi individu, kelompok, dan keluarga, dan penanganan terapeutik lainnya untuk membantu pasien mencegah penyakit jiwa dan disabilitas dan dalam meningkatkan status kesehatan mental dan kemampuan berfungsi.
Standar Vi: Meresepkan Obat Farmakologi
Perawat SKJ menggunakan otoritasnya untuk membuat resep, prosedur dan penanganan sesuai dengan peraturan perundangan (di Indonesia belum bias).
Standar Vj: Konsultasi
Perawat SKJ memberikan konsultasi untuk meningkatkan kemampuan perawat lain dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan berdampak perubahan pada system.
 Standar VI : Evaluasi
Perawat mengevaluasi respon pasien terhadap tindakan keperawatan untuk meninjau kembali data, diagnosis dan rencana keperawatan
Kriteria Proses:
1. Mengidentifikasi respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan, baik subjektif maupun objektif.
2. Membuat analisis dengan membandingkan respon pasien setelah tindakan dengan kriteria evaluasi pada tujuan.
3. Membuat rencana tindak lanjut atau rencana tindakan berikutnya sesuai analisis terhadap pencapaian tujuan.
Kriteria Hasil:
1. Evaluasi mengacu pada kriteria tujuan pada rencana tindakan keperawatan.
2. Evaluasi terdokumentasi pada catatan keperawatan.
G. Standar Kompetensi Keperawatan Jiwa
Beberapa kompetensi penting yang minimal harus dimiliki oleh perawat jiwa :
1. Mampu mengidentifikasi praktik keperawatan jiwa yang aman untuk diri sendiri, tim kesehatan lain maupun klien
2. Mampu mengidentifikasi tindakan – tindakan malpraktik dalam keperawatan jiwa
3. Mampu menjaga kerahasiaan informasi klien dengan gangguan jiwa
4. Mampu bekerjasama dengan klien dalam proses keperawatan Jiwa
5. Mampu bekerjasama dengan tim kesehatan lain dalam proses penatalaksanaan klien gangguan jiwa
6. Mampu melakukan konsultasi tentang kondisi klien dengan gangguan jiwa ke tim kesehatan lain
7. Mampu mempraktikkan akuntabilitas tindakan keperawatan pada klien gangguan jiwa yang telah dilakukan
8. Mampu menerapkan hubungan interpersonal yang terapeutik dengan klien gangguan jiwa
9. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan jiwa
10. Mampu merumuskan diagnosa yang sesuai pada klien gangguan jiwa sesuai dengan Diagnosa NANDA
11. Mampu merencanakan tindakan keperawatan yang sesuai untuk klien gangguan jiwa berpedoman pada Nursing Intervention Classification
12. Mampu menerapkan tindakan keperawatan untuk menyelesaikan masalah pada klien gangguan jiwa sesuai dengan SOP
13. Mampu mengevaluasi respon klien gangguan jiwa terhadap tindakan keperawatan yang sudah dilakukan
14. Mampu melakukan Rencana Tindak Lanjut untuk menyelesaikan masalah klien dengan gangguan jiwa
15. Mampu menganalisa faktor precipitasi dan predisposisi pada klien gangguan jiwa
16. Mampu berperan dalam managemen krisis pada klien gangguan jiwa
17. Mampu menerapkan hasil penelitian dan riset keperawatan dalam melakukan tindakan keperawatan jiwa
18. Mampu menerapkan komunikasi efektif dalam semua tatanan pelayanan kesehatan jiwa
19. Mampu melakukan tindakan yang berhubungan dengan teknologi yang dibutuhkan dalam proses penatalaksanaan klien gangguan jiwa
PENUTUP
A Kesimpulan
Standar prakrek keperawatan jiwa
 Standar I : Teori
Perawat menggunakan teori yang tepat sebagai dasar pengambilan keputusan dalam praktik keperawatan.
 Standar II : Pengkajian
Perawat mengumpulkan data yang menyeluruh, akurat dan sistematis secara berkesinambungan.
 Standar III: Diagnosis
Perawat menggunakan diagnosis keperawatan untuk menarik kesimpulan yang didukung oleh data pada pengkajian.
 Standar IV : Perencanaan tindakan keperawatan
Perawat membuat rencana asuhan keperawatan dengan tujuan yang spesifik untuk mengatasi dignosis keperawatan.
 Standar V : Implementasi
Perawat kesehatan jiwa menerapkan intervensi yang teridentifikasi dalam rencana asuhan.
 
 Standar VI : Evaluasi
Perawat mengevaluasi respon pasien terhadap tindakan keperawatan untuk meninjau kembali data, diagnosis dan rencana keperawatan
B Saran
Sebagai seorang manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan, maka dengan melalui makala ini saya menyarankan agar kiranya setelah mempelajari isi jurnal ini, kita dapat mengaplikasikannya dalam melaksanakan perawatan jiwa.

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous.2010.Faktor Penyebab Gangguan Jiwa.
in www.askep-askeb-kita.blogspot.com. Last Update 05 Januari 2010
2. Harnawatiaj.2008.Ilmu Keperawatan Jiwa.in www.harnawatiaj.wordpress.com.
Last Update 05 Januari 2010
3. Imron.2009.Standar Kompetensi Keperawatan Jiwa.
in www.imron46.blogspot.com. Last Update 05 Januari 2010
4. Magelang, Soeroyo.Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa.
in www.scribd.com. Last Update 05 Januari 2010
5. Mulyani, Sri.2003.Hubungan Karakteristik,Pengetahuan,dan Sikap Perawat
Terhadap Penerapan Standar Asuhan Keperawatan.
in www.fkm.undip.ac.id. Last Update 05 Januari 2010
6. Setyaningsih, Hanung Dwi.2005.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Perilaku Perawat Terhadap Penerapan Standar Asuhan Keperawatan.
in www.fkm.undip.ac.id. Last Update 05 Januari 2010
7. Webemaster.2009.Standar Praktek Keperawatan Jiwa.






di